4.1.
Perjanjian
Perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana dua orang
saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perikatan merupakan suatu yang
sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit.
Dikatakan demikian karena kita tidak dapat melihat dengan pancaindra suatu
perikatan sedangkan perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk
perjanjian ataupun didengar perkataan perkataannya yang berupa janji.
Asas
Perjanjian
Ada
7 jenis asas hukum perjanjian yang merupakan asas-asas umum yang harus
diperhatikan oleh setiap pihak yang terlibat didalamnya.
a.
Asas sistem terbukan hukum perjanjian
Hukum
perjanjian yang diatur didalam buku III KUHP merupakan hukum yang bersifat
terbuka. Artinya ketentuan-ketentuan hukum perjanjian yang termuat didalam buku
III KUHP hanya merupakan hukum pelengkap yang bersifat melengkapi.
b. Asas Konsensualitas
Asas
ini memberikan isyarat bahwa pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat lahir
sejak adanya konsensus atau kesepakatan dari para pihak yang membuat
perjanjian.
c. Asas Personalitas
Asas
ini bisa diterjemahkan sebagai asas kepribadian yang berarti bahwa pada umumnya
setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut untuk kepentingannya sendiri atau
dengan kata lain tidak seorangpun dapat membuat perjanjian untuk kepentingan
pihak lain.
d. Asas Itikad baik
Pada
dasarnya semua perjanjian yang dibuat haruslah dengan itikad baik. Perjanjian
itikad baik mempunyai 2 arti yaitu :
1.
Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan norma-norma kepatutan dan
kesusilaan.
2.
Perjanjian yang dibuat harus didasari oleh suasana batin yang memiliki itikad
baik.
e. Asas Pacta Sunt
Servada
Asas
ini tercantum didalam Pasal 1338 ayat 1 KUHP yang isinya “Semua Perjanjian yang
di buat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Asas
ini sangat erat kaitannya dengan asas sistem terbukanya hukum perjanjian,
karena memiliki arti bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak asal
memnuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur di dalam pasal
1320 KUHP sekalipun menyimpang dari ketentuan-ketentuan Hukum Perjanjian dalam
buku III KUHP tetap mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuat
perjanjian.
f. Asas force majeur
Asas
ini memberikan kebebasan bagi debitur dari segala kewajibannya untuk membayar
ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian karena suatu sebab yang
memaksa.
g. Asas Exeptio non
Adiempletie contractus
Asas
ini merupakan suatu pembelaan bagi debitur untuk dibebaskan dari kewajiban
membayar ganti rugi akibat tidak dipenuhinya perjanjian, dengan alasan bahwa
krediturpun telah melakukan suatu kelalaian.
Syarat
Sahnya Perjanjian
a. Syarat Subjektif
- Keadaan kesepakatan para pihak
- Adanya kecakapan bagi para pihak
b. Syarat Objektif
- Adanya objek yang jelas
- Adanya sebab yang dihalalkan oleh hokum
4.2.
Undang-Undang
Perikatan
yang lahir dari undang-undang, Pasal 1352 s.d 1380 kuhpdt : “suatu perikatan
yang timbul/lahir/adanya karena telah ditentukan oleh undang-undang itu sendiri”.
Perikatan yang lahir dari Undang-Undang
saja, adalah perikatan yang timbul/lahir/adanya karena adanya hubungan kekeluargaan.
- Perbuatan yang diperbolehkan
- Perbuatan melanggar hukum (PMH)
- Mewakili urusan orang lain (zaakwaarneming)
- Pembayaran hutang yang tidak Diwajibkan (ps. 1359 kuhpdt)
- Perikatan wajar (naturlijke Verintenis, ps. 1359 ayat (2) kuhpdt)
- Perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) Ps. 1365 KUHPdt).
- Perikatan yang lahir karena perbuatan manusia
SUMBER:
Resume :
Setelah
saya membaca dan mencoba memahami maksud dari tulisan diatas, maka
kesimpulannya adalah bahwa Hukum Perikatan dibagi menjadi 2, yakni Hukum
Perikatan berdasarkan Perjanjian, dan Hukum Perikatan berdasarkan
Undang-Undang. Hukum Perikatan berdasarkan Perjanjian maksudnya adalah bahwa Perikatan merupakan suatu yang sifatnya
abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit. Dikatakan
demikian karena kita tidak dapat melihat dengan pancaindra suatu perikatan
sedangkan perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk perjanjian ataupun
didengar perkataan-perkataannya yang berupa janji. Hubungan Hukum Perikatan
berdasarkan 2 hal tersebut dengan dunia arsitektur adalah, bahwa sebelum
melakukan kerja sama antara arsitek dengan owner, maka haruslah terdapat hukum
perikatan atau perjanjian antara keduanya, baik secara lisan dan tulisan. Karena
apabila suatu saat nanti terdapat kekeliruan atau perubahan pada yang
dikehendaki oleh owner, bisa dapat diproses lewat undang-undang mengenai hukum
perikatan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar