5.1. Undang-Undang
No. 12 th. 1948 Tentang Kriteria Status & Perlindungan Buruh
Undang-undang
No. 12 th. 1948 berisikan tentang Undang-undang ini menjelaskan tentang
aturan-aturan terhadap pekerja buruh dalam hal persyaratan untuk menjadi
seorang buruh, pengaturan jam kerja dan jam istirahat, pemberian upah,
perlindungan terhadap buruh perempuan, tempat kerja dan perumahan buruh,
tanggung jawab, pengusutan pelanggaran, dan aturan tambahan. Undang-undang ini
berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Adapun
bunyi dari Undang-Undang Perburuhan No.12 Th 1948 :
Pasal 10
(1) Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan
lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada
malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja
tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu.
(2) Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama
4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat yang sedikitsedikitnya
setengah jam lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud
dalam ayat 1.
Pasal 13. ayat 2
(2) Buruh Wanita harus diberi istirahat selama
satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak
dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.
Contoh Studi Kasus 1 :
Didalam pasal 10 ayat 1, jelas sekali
terpampang bahwa buruh tidak boleh bekerja lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam
seminggu. Tetapi banyak kenyataan yang kita lihat. Para buruh banyak yang
bekerja lebih dari waktu yang telah ditentukan dalam pasal tersebut.
Contoh Studi Kasus yang ke 2 :
Didalam Pasal 13. ayat 2, menyatakan bahwa
"Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum
saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan
sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung”. Kenyataannya, banyak para Buruh
wanita yang dipaksa untuk untuk tetap bekerja walaupun dalam keadaan yang
sangat tidak memungkinkan. Banyak para Buruh wanita yang masih disuruh bekerja
oleh perusahaan dengan alasan kurangnya tenaga kerja.
5.2. Undang-Undang
No.12 th. 1964 Tentang PHK
Undang-undang
No. 12 th 1964 berisikan tentang putusnya hubungan kerja bagi buruh berarti
permulaan masa pengangguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin
kepastian dan ketenteraman hidup kaum buruh seharusnya tidak ada pemutusan
hubungan kerja.
Pokok-pokok
pikiran yang diwujudkan dalam Undang-undang ini dalam garis besarnya adalah sebagai
berikut :
1)
Pokok pangkal yang harus dipegang teguh dalam
menghadapi masalah pemutusan hubungan kerja ialah bahwa sedapat mungkin pemutusan
hubungan kerja harus dicegah dengan segala daya upaya, bahkan dalam beberapa
hal dilarang.
2)
Karena pemecahan yang dihasilkan oleh perundingan
antara pihak-pihak yang berselisih sering kali lebih dapat diterima oleh yang
bersangkutan dari pada penyelesaian dipaksakan oleh Pemerintah, maka dalam
sistim Undang-undang ini, penempuhan jalan perundingan ini merupakan kewajiban,
setelah daya upaya tersebut pada 1 tidak memberikan hasil.
3)
Bila jalan perundingan tidak
berhasilmendekatkan kedua pihak, barulah Pemerintah tampil kemuka dan
campur-tangandalam pemutusan hubungan kerja yang hendak dilakukan oleh
Pengusaha. Bentukcampur-tangan ini adalah pengawasan prepentip, yaitu untuk
tiap-tiap pemutusanhubungan Kerja oleh pengusaha diperlukan izin dari Instansi
Pemerintah.
4)
Berdasarkan pengalaman dalam
menghadapimasalah pemutusan hubungan kerja, maka sudah setepatnyalah bila
pengawasanprepentip ini diserahkan kepada Panitya Penyelesaian Perselisihan
PerburuhanDaerah dan Panitya Penyelesaian Perburuhan Pusat.
5)
Dalam Undang-undang ini
diadakanketentuan-ketentuan yang bersifat formil tentang cara memohon izin,
memintabanding terhadap penolakan permohonan izin dan seterusnya.
6)
Disamping itu perlu dijelaskan
bahwabilamana terjadi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran sebagai
akibatdari tindakan Pemerintah, maka Pemerintah akan berusaha untuk meringankan
bebankaum buruh itu dan akan diusahakan penyaluran mereka pada perusahaan/proyekyang
lain.
SUMBER :
Resume :
Setelah saya
membaca dan mencoba memahami maksud dari tulisan diatas, maka kesimpulannya
adalah bahwa Hukum Perburuhan yang terdapat dalam Undang-Undang Perburuhan No.
12 th. 1948 tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh, serta Undang-Undang
No. 12 th. 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), masing-masing memiliki
maksud untuk memperbaiki serta menyejahterakan buruh. Hubungan kedua
undang-undang tersebut dalam dunia arsitektur adalah agar Arsitek bisa
menghitung jumlah buruh dan maksimal jam kerja buruh tanpa memaksakan
kehendaknya untuk mempercepat pnyelesaian suatu project, serta tidak mudah
mem-PHK buruh, apabila buruh tersebut melakukan kesalahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar