Jumat, 01 November 2013

5. HUKUM PERBURUHAN (UNDANG-UNDANG PERBURUHAN)


5.1.  Undang-Undang No. 12 th. 1948 Tentang Kriteria Status & Perlindungan Buruh
Undang-undang No. 12 th. 1948 berisikan tentang Undang-undang ini menjelaskan tentang aturan-aturan terhadap pekerja buruh dalam hal persyaratan untuk menjadi seorang buruh, pengaturan jam kerja dan jam istirahat, pemberian upah, perlindungan terhadap buruh perempuan, tempat kerja dan perumahan buruh, tanggung jawab, pengusutan pelanggaran, dan aturan tambahan. Undang-undang ini berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Adapun bunyi dari Undang-Undang Perburuhan No.12 Th 1948 :
 Pasal 10
 (1) Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu.
 (2) Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat yang sedikitsedikitnya setengah jam lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud dalam ayat 1.
 Pasal 13. ayat 2
 (2) Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.

 Contoh Studi Kasus 1 :
 Didalam pasal 10 ayat 1, jelas sekali terpampang bahwa buruh tidak boleh bekerja lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Tetapi banyak kenyataan yang kita lihat. Para buruh banyak yang bekerja lebih dari waktu yang telah ditentukan dalam pasal tersebut.
 Contoh Studi Kasus yang ke 2 :
 Didalam Pasal 13. ayat 2, menyatakan bahwa "Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung”. Kenyataannya, banyak para Buruh wanita yang dipaksa untuk untuk tetap bekerja walaupun dalam keadaan yang sangat tidak memungkinkan. Banyak para Buruh wanita yang masih disuruh bekerja oleh perusahaan dengan alasan kurangnya tenaga kerja.


5.2.    Undang-Undang No.12 th. 1964 Tentang PHK
Undang-undang No. 12 th 1964 berisikan tentang putusnya hubungan kerja bagi buruh berarti permulaan masa pengangguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketenteraman hidup kaum buruh seharusnya tidak ada pemutusan hubungan kerja.
Pokok-pokok pikiran yang diwujudkan dalam Undang-undang ini dalam garis besarnya adalah sebagai berikut :
1)                    Pokok pangkal yang harus dipegang teguh dalam menghadapi masalah pemutusan hubungan kerja ialah bahwa sedapat mungkin pemutusan hubungan kerja harus dicegah dengan segala daya upaya, bahkan dalam beberapa hal dilarang.
2)                    Karena pemecahan yang dihasilkan oleh perundingan antara pihak-pihak yang berselisih sering kali lebih dapat diterima oleh yang bersangkutan dari pada penyelesaian dipaksakan oleh Pemerintah, maka dalam sistim Undang-undang ini, penempuhan jalan perundingan ini merupakan kewajiban, setelah daya upaya tersebut pada 1 tidak memberikan hasil.
3)                    Bila jalan perundingan tidak berhasilmendekatkan kedua pihak, barulah Pemerintah tampil kemuka dan campur-tangandalam pemutusan hubungan kerja yang hendak dilakukan oleh Pengusaha. Bentukcampur-tangan ini adalah pengawasan prepentip, yaitu untuk tiap-tiap pemutusanhubungan Kerja oleh pengusaha diperlukan izin dari Instansi Pemerintah.
4)                    Berdasarkan pengalaman dalam menghadapimasalah pemutusan hubungan kerja, maka sudah setepatnyalah bila pengawasanprepentip ini diserahkan kepada Panitya Penyelesaian Perselisihan PerburuhanDaerah dan Panitya Penyelesaian Perburuhan Pusat.
5)                    Dalam Undang-undang ini diadakanketentuan-ketentuan yang bersifat formil tentang cara memohon izin, memintabanding terhadap penolakan permohonan izin dan seterusnya.
6)                    Disamping itu perlu dijelaskan bahwabilamana terjadi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran sebagai akibatdari tindakan Pemerintah, maka Pemerintah akan berusaha untuk meringankan bebankaum buruh itu dan akan diusahakan penyaluran mereka pada perusahaan/proyekyang lain.


SUMBER :



Resume :

Setelah saya membaca dan mencoba memahami maksud dari tulisan diatas, maka kesimpulannya adalah bahwa Hukum Perburuhan yang terdapat dalam Undang-Undang Perburuhan No. 12 th. 1948 tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh, serta Undang-Undang No. 12 th. 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), masing-masing memiliki maksud untuk memperbaiki serta menyejahterakan buruh. Hubungan kedua undang-undang tersebut dalam dunia arsitektur adalah agar Arsitek bisa menghitung jumlah buruh dan maksimal jam kerja buruh tanpa memaksakan kehendaknya untuk mempercepat pnyelesaian suatu project, serta tidak mudah mem-PHK buruh, apabila buruh tersebut melakukan kesalahan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar