Selasa, 09 Juni 2015

Konservasi Arsitektur pada Kawasan Internasional (England)

Windsor Castle, England


Istana Windsor adalah istana abad pertengahan dan kediaman resmi Kerajaan Britania Raya di Windsor, Berkshire, Inggris. Istana ini terkenal karena asosiasi jangka panjangnya dengan keluarga kerajaan Inggris dan juga karena arsitekturnya yang megah. Istana aslinya dibangun setelah invasi Norman oleh William sang Penakluk. Pada masa pemerintahan Henry I, istana ini mulai digunakan sebagai kediaman resmi bagi keluarga kerajaan Inggris, dan menjadi istana terlama yang dihuni di Eropa. Arsitektur kastil yang megah, digambarkan oleh sejarawan seni Hugh Roberts sebagai "arsitektur luar biasa dan tak tertandingi di Eropa". Bangunan istana meliputi Kapel St George, yang dibangun pada abad ke-15. Lebih dari lima ratus orang tinggal dan bekerja di Windsor, sehingga menjadikannya sebagai istana kuno yang dihuni terbesar di dunia.

Pada awalnya istana ini dirancang untuk melindungi dominasi Norman dari sekitar pinggiran kota London, dan untuk mengawasi bagian strategis penting dari Sungai Thames. Secara bertahap, struktur bangunan kemudian diganti dengan benteng batu, dan benteng ini bertahan selama pengepungan berkepanjangan dalam Perang Baron Pertama pada awal abad ke-13. Henry III kemudian membangun istana mewah di dalam kastil selama abad pertengahan, dan Edward IIIselanjutnya mengembangkan kembali istana menjadi lebih megah, bahkan pembangunannya saat itu disebut sebagai "proyek bangunan yang paling mahal pada Abad Pertengahan di seluruh Inggris". Selama periode Tudor, Henry VIII dan Elizabeth I meningkatkan penggunaan kastil sebagai istana resmi kerajaan dan pusat hiburan diplomatik

Istana Windsor berhasil selamat dari periode yang penuh gejolak selama Perang Saudara Inggris, dimana benteng ini digunakan sebagai markas militer bagi pasukan Parlemen dan penjara bagi Charles I. Selama era Restorasi, Charles II menata kembali Istana Windsor dengan bantuan dari arsitek Hugh May, menciptakan satu kompleks bangunan megah, dan interior Barok, yang masih tetap berdiri hingga saat ini. Setelah ditelantarkan selama abad ke-18, George III dan George IVmerenovasi dan membangun kembali istana Charles II dengan biaya besar-besaran, menghasilkan desain yang saat ini menjadi apartemen Negara yang bergaya Rococo, Gotik dan Barok. Ratu Victoria membuat perubahan kecil di istana dengan menjadikannya sebagai pusat hiburan kerajaan selama masa pemerintahannya. Istana Windsor digunakan sebagai tempat berlindung bagi keluarga kerajaan saat berlangsungnya pengeboman Jerman Nazi terhadap London dalam Perang Dunia Kedua dan selamat dari kebakaran hebat pada tahun 1992. Saat ini, Istana Windsor menjadi atraksi wisata yang populer di Inggris, tempat untuk menjamu kunjungan kenegaraan, dan tempat berakhir pekan yang disukai oleh Ratu.


Arsitektur
Windsor Castle terdiri dari beberapa bagian kastil dan taman, yang keseluruhan mempunyai luas hingga 5 hektar. Bangunan Windsor Castle terdiri dari 3 bagian, yaitu middle ward, upper ward, dan lower ward.




Sumber :

Konservasi Arsitektur pada Kawasan Internasional (Spanyol)

El Escorial, Spanyol


Situs Kerajaan di San Lorenzo de Escorial, atau yang biasa disebut El Escorial, adalah sebuah bangunan yang pernah menjadi kediaman penguasa monarki Spanyol. El Escorial terletak di Kota San Lorenzo de Escorial, sekitar 45 km sebelah barat laut Madrid. Bangunan ini merupakan salah satu situs kerajaan di Spanyol dan berfungi sebagai biara, istana kerajaan, museum, dan sekolah. Lokasinya adalah pada 2,06 km ke atas bukit (4,1 km jarak jalan) dari Kota El Escorial, Madrid.

El Escorial terdiri atas dua kompleks arsitektur dengan nilai sejarah dan budaya yang tinggi, yaitu biara kerajaan dan La Granjilla de La Fresneda de El Escorial, yang adalah sebuah pondok perburuan kerajaan dan lokasi biara sekitar 5 kilometer jauhnya. Situs-situs ini, pada abad ke-16 dan 17, melambangkan kekuatan monarki dan dominasi Gereja Katolik Roma di Spanyol dalam wujud karya arsitektur. El Escorial pernah menjadi sebuah biara dan istana kerajaan pada saat yang bersamaan. El Escorial awalnya merupakan properti milik para biarawan Ordo Hieronimus dan kini menjadi biara Ordo Santo Agustinus.

Felipe II dari Spanyol, dalam menghadapi Reformasi Protestan yang menyapu Eropa pada abad ke-16, mengabdikan masa kekuasaannya yang panjang (1556–1598) dan banyak suplai emas dari Dunia Baru untuk menghentikan laju reformasi ini. Sebagian dari usaha-usahanya, dalam jangka panjang, berhasil. Akan tetapi, gerakan perlawanan terhadap reformasi dalam ekspresi yang halus telah ada 30 tahun sebelum keputusan Felipe untuk membangun El Escorial.

Philip meminta arsitek Spanyol, Juan Bautista de Toledo, untuk bekerja sama dengannya dalam mendesain El Escorial. Juan Bautista telah menghabiskan sebagian besar kariernya di Roma, di mana ia bekerja pada proyek Basilika Santo Petrus, dan di Napoli, di mana ia menjadi raja muda. Philip menunjuk Juan Bautista sebagai arsitek kerajaan pada tahun 1559, dan bersama-sama mereka merancang El Escorial sebagai suatu monumen atas peran Sanyol sebagai pusat Kekristenan.

Pada tanggal 2 November 1984, UNESCO menetapkan El Escorial sebagai sebuah Situs Warisan Dunia. El Escorial merupakan lokasi wisata yang populer, sering dikunjungi wisatawan harian dari Madrid. Lebih dari 500.000 wisatawan berkunjung ke El Escorial setiap tahunnya.

Biara dan casita kebun
Dua sisi dari Biara -the utara dan ke barat yang diapit oleh halaman terbuka lebar dikenal sebagai La Lonja, dan dua lainnya oleh teras kebun dalam gaya persegi Italia dilapisi dengan pagar kotak. The Garden of the Friars memanjang sepanjang seluruh fasad selatan dan bagian dari fasad timur, di bawah jendela sel para biarawan '. Di luar taman ini, pada tingkat lebih rendah, adalah kebun sayur dengan tata letak persegi yang sama.




Perpustakaan





Hall





Sumber :

Konservasi Arsitektur pada Kawasan ASEAN (Laos)

Pha That Luang, Laos


Pha That Luang merupakan sebuah nama candi besar dilapisi emas yang berada di ibukota Vientiane, Laos. Diperkirakan bangunan candi yang merupakan bagian dari kebanggaan masyarakat Laos dan menjadi monumen nasional oleh pemerintah negara Laos ini dibangun pada tahun 1566 dan sempat direnovasi tahun 1930. Makna nama ‘Pha That Luang’ diterjemahkan secara harfiah berarti stupa emas besar yang kala itu dibangun atas perintah raja Setthathirat pada masa peradaban bangsa Khmer. Menurut kepercayaan masyarakat bahan struktur pembuatan 
candi dibawa dari India oleh para misionaris Pengadilan Kaisar Ashoka.

Sejarah
Kerajaan Laos adalah kota Luang Prabang (Xiengthong), setelah kemenangan berperang atas Burma, Raja Setthathirat memerintahkan tentara dan rakyatnya untuk memindahkan ibukota dari Luang Prabang ke Vientiane dengan pertimbangan memiliki lokasi strategis sebagai ibukota kerajaan. Sesampainya di Vientiane Raja memerintahkan pembangunan istana, kuil dan monumen, diantaranya candi Pha That Luang yang bertujuan untuk membuat perlindungan pada stupa besar di Chiang Mai.

Arsitektur
Pha That Luang adalah stupa Buddha berukuran besar dari 45 meter dan lebar 69 meter berbentuk piramida dan dikelilingi secara teratur oleh 30 stupa berukuran kecil. Stupa Pha That Luang ditutupi dengan 500 kilogram lapisan emas murni dan logam mulia yang dibuat menjadi penampilan warna emas sehingga memberikan kesan sangat istimewa, citra dan kemegahan Laos. Sedangkan proses pembuatan stupa emasnya sendiri dikerjakan selama 6 tahun pada masa itu. Stupa Pha That Luang dibangun pada 3 tingkat, yang dilambangkan pendakian dari Bumi dan langit. Tingkat pertama adalah bawah yang dapat dipahami sebagai awal kelahiran dan awal menapaki perjalanan hidup, tingkat kedua 30 kesempurnaan agama Buddha dan tingkat ketiga atau terakhir, merupakan awal kerajaan (taman) surga dalam kepercayaan umat Buddha. Pada setiap tingkat memiliki komposisi lebar yang berbeda, tingat pertama berukuran 69 meter, tingkat kedua 47 meter dan tingkat terakhir hanya 29 meter.

Kawasan sekitaran kompleks Candi Pha That Luang juga dikelilingi biara dengan panjang 85 meter, yang menampilkan berbagai patung Budda dan lukisan. Semua ruang di luar Pha That Luang terdiri dari kebun, kuil , monumen, patung dan istana. Daerah di luar kawasan ini dapat diakses secara publik baik masyarakat atapupun wisatawan. Penampilan candi Pha That Luang memiliki fasad yang sangat menarik dan unik serta juga yang menjadi pusat perhatian adalah candi kecil di sekitar kawasan Pha That Luang.
Namun untuk dapat mengakses bagian dalam (interior) kawasan stupa emasnya pengunjung masyarakat ataupun wisatawan harus membayar uang masuk tapi banyak wisatawan lcenderung ebih memilih untuk melihat dan mengabadikannya dari luar saja.Ketika kita memasuki  akses ke interior dari kawasan stupa, kita bisa berjalan-jalan melalui biara, menampilkan peninggalan sisa-sisa patung dan lukisan.







Lalu di kawasan sekitar candi juga terdapat taman kecil berada di tengah-tengah kompleks Pha That Luang yang disebut kebun Saysettha. Kemudian juga ada istana yang sungguh megah dan mengesankan dengan gaya arsitektur khas Thailand. Pada bagian luar melewati tempat parkir mobil terdapat monumen revolusi perjuangan rakyat Laos. Sedangkan kuil yang berada di kawasan stupa besar difungsikan sebagai tempat tingal biarawan dan pelajar.



Sumber :

Konservasi Arsitektur pada Kawasan ASEAN (Thailand)

The Grand Palace, Thailand

Sejarah
The Grand Palace atau Istana Raja (bahasa Thaiพระบรมมหาราชวัง, Phra Borom Maha Ratcha Wang) adalah kompleks bangunan istana di BangkokThailand. Istana ini berfungsi sebagai kediaman resmi Raja-raja Thailand dari abad ke-18 dan seterusnya. Awal mula pembangunan istana ini ialah ketika Raja Buddha Yodfa Chulaloke (Rama I) memutuskan untuk memindahkan ibu kota Siam dari Thonburi di bagian barat Bangkok ke tepi Timur sungai Chao Phraya, ia menghendaki sebuah istana yang agung dan megah sebagai kediaman raja sekaligus pusat pemerintahan. Akan tetapi kawasan yang dipilih raja saat itu dihuni oleh pedagang China, maka sang raja segera memerintahkan pengosongan lahan dan memindahkan para pedagang China ke daerah Yaowarat.

Pembangunan menara kencana (menara emas) dimulai pada 6 Mei 1782. Semula istana hanya terdiri dari beberapa bangunan kayu yang dilindungi pagar benteng tinggi pada keempat sisinya. Benteng ini berukuran panjang 1.500 meter dangan kawasan tertutup seluas 218.400 meter persegi. Segera raja memerintahkan pembangunan Kuil Buddha Zamrud (Wat Phra Kaew), sebagai kuil pribadi keluarga raja sekaligus kuil kerajaan. Setelah istana rampung, sang raja menggelar upacara penobatan pada 1785.

Istana ini dijadikan pusat pemerintahan Rattanakosin dan istana kerajaan sejak awal era wangsa Chakri hingga pemerintahan Raja Chulalongkorn (Rama V) yang lebih memilih untuk tinggal di istana Dusit, akan tetapi tetap menjadikan Istana Raja sebagai istana utama dan pusat pemerintahan. Kebiasaan ini diikuti oleh putra-putranya, (Rama VIdanRama VII) yang lebih memilih tinggal di istana mereka sendiri. Raja Ananda Mahidol (Rama VIII) pindah ke istana ini sepenuhnya sekembalinya dari luar negeri pada tahun 1945. Akan tetapi sejak kematiannya yang misterius di salah satu bangunan di istana ini, penerusnya sekaligus adiknya, Raja Bhumibol Adulyadej (Rama IX), memutuskan untuk pindah ke Istana Chitralada.

Meski kini tidak lagi dihuni oleh raja, tiap tahun istana ini masih digunakan sebagai tempat menggelar upacara dan ritual kerajaan. Upacara yang digelar di istana ini antara lain; penobatan, pemakaman, pernikahan, dan jamuan kerajaan. Di dalam kompleks istana ini juga terdapat kantor pemerintahan, seperti Kantor Sekretaris Pribadi Raja dan Institut Kerajaan Thailand.

Arsitektur
Rancang bangun Istana Raja dengan cermat mengikuti pola istana di Ayutthaya. Denah kompleks istana berbentuk persegi panjang dengan sisi barat menghadap sungai, sedangkan kuil kerajaan terletak di sisi timur. Semua bangunan menghadap ke utara. Istana ini sendiri terbagi atas tiga bagian, yakni kawasan luar, kawasan tengah, dan kawasan dalam.

Pemandangan Istana Raja dilihat dari sungai Chao Phraya

Dalam kompleks istana ini berdiri beberapa bangunan yang mengesankan termasuk Wat Phra Kaew (Kuil Emerald Buddha), yang berisi Emerald Buddha kecil, sangat terkenal dan sangat dihormati  berasal dari abad ke-14. Raja Thailand tidak lagi tinggal di istana ini mulai sekitar pergantian abad kedua puluh, tapi kompleks istana ini masih digunakan untuk menandai semua jenis acara seremonial dan upacara kenegaraan lainnya.


Adapula Gedung Pengadilan bagian Tengah adalah tempat kediaman Raja dan ruang yang digunakan untuk melakukan acara bisnis negara. Hanya dua dari ruangan hall terbuka untuk umum. Meskipun kedekatan Grand Palace dan Wat Phra Kaew, ada kontras yang berbeda dalam gaya antara Kuil sangat Thailand Emerald Buddha dan desain terinspirasi lebih Eropa dari Grand Palace (atap menjadi pengecualian utama).




Sumber :

Selasa, 28 April 2015

Konservasi Arsitektur pada Kawasan Jawa Timur

House Of Sampoerna


Terletak di kawasan "Surabaya lama", gedung megah bergaya kolonial Belanda ini dibangun pada tahun 1858 dan sekarang menjadi situs bersejarah yang terus dilestarikan. Gedung ini sebelumnya digunakan sebagai panti asuhan yang dikelola oleh Belanda, kemudian dibeli pada tahun 1932 oleh Liem Seeng Tee, pendiri Sampoerna, dengan maksud untuk digunakan tempat produksi rokok pertama Sampoerna.

Saat ini, gedung ini masih berfungsi sebagai tempat produksi salah satu produk rokok paling bergengsi di Indonesia, Dji Sam Soe. Dalam peringatan ulang tahun ke-90 Sampoerna di tahun 2003, kompleks utama telah susah payah renovasi dan sekarang terbuka untuk umum. Di auditorium sentral dalam bangunan ini telah menjadi museum dan di bagian timurnyat telah diubah menjadi ruangan untuk kafe, kios merchandise dan galeri seni. Sedangkan, bangunan di sisi barat tetap menjadi rumah tinggal keluarga pendirinya.



Museum
Museum House of Sampoerna (HOS) menawarkan pengalaman yang benar-benar unik bagi pengunjung. Dari cerita tentang keluarga pendiri sampai melihat dari dekat proses penggulungan rokok yang masih dilakukan secara manual dalam produksi rokok Dji Sam Soe.

Di dalam museum kafe, pengunjung bisa membeli berbagai souvenir yang berkaitan dengan gedung ini Sampoerna ini, seperti: miniatur peralatan tongkat rokok tradisional, cengkeh, buku dan kemeja.
















Sumber :

Konservasi Arsitektur pada Kawasan Jawa Tengah

Gedung Agung 


Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gedung Agung terletak di pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani, dahulu dikenal Jalan Malioboro, jantung ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120 m dari permukaan laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas 43.585 m².
              
                                            
Sejarah

Masa Hindia Belanda
Gedung utama kompleks istana ini mulai dibangun pada Mei 1824 yang diprakarsai oleh Anthony Hendriks Smissaerat, Residen Yogyakarta ke-18 (1823-1825) yang menghendaki adanya “istana” yang berwibawa bagi residen-residen Belanda sedangkan arsiteknya adalah A. Payen. Karena adanya Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830) pembangunan gedung itu tertunda. Pembangunan tersebut diteruskan setelah perang tersebut berakhir yang selesai pada 1832. Pada 10 Juni 1867, kediaman resmi residen Belanda itu ambruk karena gempa bumi. Bangunan baru pun didirikan dan selesai pada 1869. Bangunan inilah yang menjadi gedung utama komplek Istana Kepresidenan Yogyakarta yang sekarang disebut juga Gedung Negara. Pada 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi di mana Gubernur menjadi penguasa tertinggi. Dengan demikian gedung utama menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta sampai masuknya Jepang.

Masa Ibukota Republik
Pada 6 Januari 1946, “Kota Gudeg” ini menjadi ibu kota baru Republik Indonesia yang masih muda dan istana itu berubah menjadi Istana Kepresidenan, tempat tinggal Presiden Soekarno beserta keluarganya, sedangkan Wakil Presiden Mohammad Hatta tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072/Pamungkas. Sejak itu Istana Kepresidenan Yogyakarta menjadi saksi peristiwa penting diantaranya pelantikan Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar TNI pada 3 Juni 1947 dan sebagai pucuk pimpinan angkatan perang Republik Indonesia pada 3 Juli 1947.

Agresi Militer Belanda II
Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda dibawah pimpinan Jenderal Spoor, Presiden, Wakil Presiden dan para pembesar lainnya diasingkan ke luar Jawa dan baru kembali ke Istana Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Sejak 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi tempat tinggal sehari-hari Presiden.

Saat ini
Kantor & kediaman resmi Presiden
Istana Yogyakarta atau Gedung Agung, sama halnya dengan istana Kepresidenan lainnya yaitu sebagai kantor dan kediaman resmi Presiden Republik Indonesia. Selain itu juga sebagai tempat menerima atau menginap tamu-tamu negara. Sejak 17 Agustus 1991, istana ini digunakan sebagai tempat memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dan penyelenggaraan Parade Senja setiap tanggal 17 yang dimulai 17 April 1988.


Arsitektur
Di dalam Gedung Utama terdapat ruang utama bernama Ruang Garuda yang difungsikan sebagai ruang resmi untuk menyambut para tamu negara dan tamu khusus lainnya.
Selain kelima wisma tersebut, sejak 20 September 1995, kompleks Seni Sono seluas 5.600 meter persegi yang terletak di sebelah selatan Gedung Agung, yang semula milik Departemen Penerangan, kini menjadi bagian dari Istana Kepresidenan Yogyakarta. Gedung yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan koleksi benda-benda seni, pameran, dan tempat pertunjukan kesenian ini semula adalah bangunan kuno yang dibangun Belanda pada tahun 1911 dan terakhir digunakan sebagai kantor berita Antara.
Di halaman serambi depan Gedung Agung tampak dua buah patung raksasa Dwarapala (penjaga pintu) setinggi 2 meter. Selain itu, terdapat sebuah tugu Dagoba, yang oleh masyarakat Yogyakarta disebut Tugu Lilin, setinggi 3,5 meter, yang terbuat dari batu andesit dan senantiasa menyalakan api semu, melambangkan kerukunan beragama, antara agama Hindu Siwa dan agama Buddha. Konon, patung-patung tersebut berasal dari Desa Cupuwulatu, sebuah daerah di sekitar Candi Prambanan.
Patung Dwarapala (penjaga pintu) di Gedung Agung

Di bagian depan kanan Gedung Utama terdapat ruangan yang diberi nama Ruang Soerdiman untuk mengenang perjuangan Panglima Besar Soedirman dalam memimpin gerilya melawan Belanda. Di ruangan inilah dulu Panglima Besar Soedirman meminta izin kepada Presiden Soekarno, untuk meninggalkan kota dalam rangka memimpin perang gerilya melawan Belanda. Selain itu, di bagian depan kiri Gedung Utama terdapat ruangan yang diberi nama Ruang Diponegoro, untuk mengenang perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda. Dalam ruangan ini tampak pula lukisan beliau sedang menunggangi kuda.

Di sisi selatan Gedung Utama terdapat kamar tidur presiden beserta keluarga, sedangkan di sisi utara terdapat kamar tidur yang disediakan bagi wakil presiden beserta keluarga, dan tamu negara atau tamu-tamu agung lainnya. Sementara di halaman belakang Gedung Agung tumbuh pepohonan besar yang dedaunannya tumbuh lebat sehingga bangunan istana tampak rindang.

Secara umum, sejak didirikan dua abad yang lampau hingga kini, bangunan kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta tidak banyak perubahan, bentuknya sama seperti ketika selesai dibangun pada tahun 1869. Di ruangan ini pulalah kabinet Republik Indonesia dilantik tatkala ibu kota negara pindah ke Yogyakarta. Pada dinding ruangan yang bersejarah ini tergantung gambar-gambar pahlawan nasional, di antaranya gambar Pangeran Diponegoro, R.A. Kartini, Dokter Wahidin Soedirohusodo, dan Tengku Cik Di Tiro. Fasilitas pendukung yang terdapat di Gedung Agung adalah perpustakaan, mushola, toilet, ruang pertemuan, ruang pertunjukkan, dan halaman parkir yang rindang dan luas.





Sumber :

Konservasi Arsitektur pada Kawasan DIY

Masjid Gedhe Kauman Jogja

Sejarah
Masjid Gedhe Kauman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah masjid raya Kesultanan Yogyakarta, atau Masjid Besar Yogyakarta, yang terletak di sebelah barat kompleks Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta. Masjid Gedhe Kauman dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I bersama Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat (penghulu kraton pertama) dan Kyai Wiryokusumo sebagai arsiteknya. Masjid ini dibangun pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 M atau 6 Robi’ul Akhir 1187 H. Masjid Gedhe Kauman lahir dari perpecahan Mataram Islam menjadi wilayah Jogja dan Solo. Pangeran Mangkubumi bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I memimpin kerajaan Mataram di wilayah Ngayogyakarto/ Jogja. Sesuai syarat pendirian kerajaan, pada tahun 1773 Masjid Gede Kauman di bangun atas prakarsa pemuka agama tertinggi Kyai H. Faqih Ibrahim yang telah diamanati oleh Sri Sultan HB I.

Arsitektur
Gaya arsitektur masjid mengkolaborasikan lima unsur dari gaya Jawa, Cina, Timur-tengah, Hindhu dan Budha. Buah dari tangan arsitek pribumi asli Ki Wiryo Kusumo.  Hal itu terlihat di serambi ada tiangnya dikenal ukiran putri mirong. Tiang memanjang dihiasi dengan kaligrafi tulisan Allah dan Muhammad. Dibawahnya ada simbol teratai budha, dan tiga bentuk segitiga lancip lambang Tri Murti Hindhu. Serambi masjid berbentuk limas persegi panjang terbuka. Lantai ruang utama dibuat lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.






                                                                  Serambi Masjid

Kompleks Masjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur dengan konstruksi semar tinandu. Arsitektur bangunan induk berbentuk tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura. Pada zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini sultan melakukan ibadah.
Pintu Gerbang Utama Masjid

Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Ler digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu. Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks masjid gedhe yang digunakan dalam upacara Jejak Bata pada rangkaian acara Sekaten setiap tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi kangjeng kyai pengulu di sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid. Ruang dalam Masjid disangga 36 buah kayu jati dan empat diantaranya berusia lebih dari 500 tahun. Dinding masjid dari jenis batu karas. Batu putih, diletakan tanpa semen dengan sistem kosot (digosokan sangat lama dengan direndam dengan air).





     







Ornamen Masjid dan Kubah Masjid


Sumber :