Rabu, 06 November 2013

7. ENVIRONMENT (IMPACT ANALYSIS (AMDAL))


7.1.  Pengertian
AMDAL merupakan suatu alat atau cara yang digunakan dalam mengendalikan perubahan lingkungan sebelum suatu tindakan kegiatan pembangunan dilaksanakan.  Hal ini dilakukan karena setiap kegiatan pembangunan  selalu menggunakan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidupnya, sehingga secara langsung (otomatis) akan terjadi perubahan lingkungan. Dengan demikian perlu pengaturan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, serta  cara mengeliminer dampak, supaya pembangunan-pembangunan yang lainnya dan berikutnya dapat tetap dilakukan.

AMDAL merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan dan penggunaan teknologi tinggi. Dengan ini timbullah citra bahwa gerakan lingkungan adalah anti pembangunan dan anti teknologi tinggi serta menempatkan aktivis lingkungan sebagai lawan pelaksana dan perencana pembangunan. Karena itu banyak pula yang mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan menghambat pembangunan.

AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek Abiotik, Biotik, dan Kultural. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup".

7.2.   AMDAL Digunakan Untuk:
-Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah

-Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan

-Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan

-Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup

-Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.


7.3.  Kegunaan  dan Manfaat AMDAL Bagi Masyarakat
AMDAL dapat mempunyai kegunaan dan manfaat  bagi masyarakat,  karena AMDAL merupakan kajian yang juga melibatkan masyarakat dalam memberikan masukan atau informasi pada kajian AMDAL. Sehingga perencanaan adanya pembangunan di wilayahnya dapat terinformasikan dari aspek postif dan negatifnya. Misalnya aspek positifnya, yaitu dapat membantu wilayah disekitar perencanaan pembangunan dalam penyerapan tenaga kerja sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan, adanya sarana dan prasarana jalan dan listrik sehingga membantu dalam adanya sarana  transportasipada wilayah tersebut dan lainnya.



7.4. Kegunaan dan Manfaat AMDAL Bagi Pengambil Keputusan

AMDAL bermanfaat bagi pengambil keputusan, sebagai bahan masukan dalam pengarahan dan pengawasan pembangunan sehingga dapat terhindar dari akibat sampingan yang tidak diinginkan dan merugikan. Selain itu pengambil keputusan dapat mengetahui dampak yang melampui batas toleransi, dampak terhadap masyarakat, dampak terhadap kegiatan pembangunan lainnya, pengaruh terhadap lingkungan yang lebih luas. Kegunaan bagi hal lainnya adalah sebagai acuan dalam penelitian bidang keilmuan dan pemanfaatan teknologi ; sebagai pembanding pelaksanaan AMDAL lainnya dan sebagai prasyarat dalam pendaan  proyek dan perizinan.



7.5.  Kegunaan dan Manfaat AMDAL dalam Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

Hasil studi AMDAL dinyatakan dalam bentuk Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Dengan adanya RKL dan RPL ini maka pelaksanaan kegiatan pembangunan akan terikat secara hukum untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungannya, karena dalam RKL dan RPL terdapat prosedur pengembangan dampak positif dan penanggulangan dampak negatif, serta prosedur  pemantauan lingkungannya.



7.6.   Peranan AMDAL dalam Pembangunan
Sumber daya alam dibutuhkan manusia  dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik primer, sekunder maupun tersier. Pada awalnya jumlah manusia belum sebanyak pada saat ini, sehingga kebutuhannya masih  terbatas dan  masih sederhana. Saat ini kebutuhannya makin besar karena jumlah manusianyapun di dunia semakin meningkat, ditambah lagi manusia makin pandai, sehingga terjadi peningkatan teknologi, termasuk teknologi dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam.

Alam pada awalnya masih mampu untuk memulihkan diri secara alamiah, tetapi pada saat ini selain kebutuhannya semakin besar, juga ditambah lagi dengan penggunaan teknologi yang semakin tinggi, maka pemanfaatannya sudah melebihi daya dukung lingkungan atau  alam untuk menopangnya, sehingga sudah tidak dapat mentoleransinya dan memulihkannya sendiri.  Oleh karena itu diperlukan cara mengelola (me-manage) sumberdaya alam dan lingkungan dalam memanfaatkannya dengan   berasaskan pelestarian lingkungan, yaitu dengan memperhatikan kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakat. Serta dapat menunjang pembangunan nasional yang terus menerus atau berkesinambungan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan dari generasi ke generasi.

Dengan demikian kebutuhan masyarakat menuntut adanya pembangunan  disegala sector. Pembangunan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup tersebut,  perlu ditelaah dahulu apakah suatu rencana kegiatan pembangunan akan merugikan manusia dan lingkungannya atau tidak, (Parwoto, 1996).  Salah satu cara mengelola sumberdaya alam dan lingkungannya dalam pembangunan, yaitu melalui AMDAL atau dapat dikatakan AMDAL dapat membantu pelaksanaan pembangunan dengan pendekatan lingkungan, sehingga dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dapat diminimasi atau dihilangkan dengan mencarikan teknik penyelesaian dampaknya.  Perubahan-perubahan  lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan dapat diperkirakan sebelum pelaksanaan kegiatan, sehingga dapat diduga atau diperkirakan akibat-akibat atau dampak-dampak yang akan terjadi. Dengan demikian dapat dicarikan teknik penyelesaian dalam mengantasisipasi dampak yang timbul dan meminimasi dampak. Tetapi apabila dampak yang akan timbul diperkirakan akan merusak lingkungan hidup dan masyarakat luas  dan pengantisipasian dampaknya memakan waktu yang sangat lama dan sulit dalam pembiayayaannya, maka rencana kegiatan tersebut dapat dianggap tidak layak untuk dilakukan.

Diharapkan dengan adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan untuk setiap rencana kegiatan pembangunan dapat membantu tercapainya tujuan yang maksimal dari pembangunan dan dapat menjaga kelestarian lingkungan, sehingga pembangunan-pembangunan yang berikutnya dapat dilaksanakan dan diwujudkan, karena keadaan lingkungan hidup yang terjaga sehingga dapat dilaksanakannya lagi pembangunan yang lainnya atau disebut juga dengan pembangunan yang berkelanjutan.




7.7.  Pentingnya AMDAL
AMDAL diperlukan dengan tugas menjaga kualitas lingkungan supaya tidak rusak karena adanya kegiatan-kegiatan pembangunan seperti dijelaskan sebelumnya. Soeratmo, G, (1995), menjelaskan bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan nya melakukan berbagai aktivitas dari yang sederhana sampai yang sangat canggih, mulai dari yang hanya sedikit saja merubah sumberdaya alam dan lingkungan sampai yang menimbulkan perubahan besar. Pada awal kebudayaan manusia perubahan lingkungan oleh aktivitas manusia  masih dalam kemampuan alam  untuk memulihkan diri sendiri  secara alamiah, tetapi aktivitas manusia makin lama makin menimbulkan perubahan sumberdaya alam dan lingkungannya. Perubahan-perubahan lingkungan makin lama makin menimbulkan kerugian bagi manusia sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, kesejahteraannya, bahkan keselamatan dirinya, yaitu dalam bentuk dampak kegiatan pembangunan atau akibatakibat sampingan dengan adanya kegiatan pemabngunan.  Oleh karena itu untuk menghindari akibat-akibat atau dampak-dampak  tersebut, perlu dipersiapkan rencana pengendalian dampak negatif yang akan terjadi. Untuk itu perlu memperkirakan dampak-dampak apa saja yang akan terjadi, langkah ini  disebut dengan prakiraan dampak atau pendugaan dampak atau Environmental Impact Assessment dan langkah-langkah tersebut merupakan proses dalam AMDAL. Dengan demikian AMDAL dilakukan untuk mengendalikan setiap  kegiatan pembangunan supaya mengacu pada pendekatan ansipasi terhadap perubahan lingkungan dan ekosistem dan dapat mempunyai  kegunaan dan manfaat bagi masyarakat.




7.8.   Prosedur AMDAL terdiri dari :
1.   Proses penapisan (screening) wajib AMDAL

2.   Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat

Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat, berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.

3.   Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)

Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).

4.   Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.




7.9.   Dampak Pembangunan Tanpa AMDAL
Pembangunan suatu proyek tanpa menggunakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tentu sangat merugikan banyak masyarakat disekitar Areal. Misal, mengalami banjir saat hujan, kelangkaan air sumur, bising akibat proyek konstruksi, karena letak atau lokasi proyek berada ditengah permukiman.


Sumber :








Resume :

Setelah saya membaca dan mencoba memahami maksud dari tulisan diatas, maka kesimpulannya adalah bahwa AMDAL merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. AMDAL dilakukan untuk mengendalikan setiap  kegiatan pembangunan supaya mengacu pada pendekatan ansipasi terhadap perubahan lingkungan dan ekosistem dan dapat mempunyai  kegunaan dan manfaat bagi masyarakat. Hubungannya dengan dunia arsitektur adalah, sebagai seorang arsitek, sebelum melakukan pembangunan terhadap suatu proyek, harus menganalisa mengenai dampak lingkungan terlebih dahulu, karena apabila pembangunan suatu proyek tanpa menggunakan analisis mengenai dampak lingkungan akan merugikan masyarakat disekitar area proyek.

Jumat, 01 November 2013

6. PERENCANAAN FISIK PEMBANGUNAN


6.1.               Skema Perencanaan
Kepala Bidang Fisik dan Prasarana
Mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kepala Badan lingkup Fisik dan Prasarana, dalam melaksanakan tugasnya juga menyelenggarakan fungsi :
a.       Penyusunan kebijakan tehnis, program dan kegiatan perencanaan pembangunan tahunan bidang Fisik dan Prasarana lingkup prasarana wilayah dan Tata Ruang serta Sumber Daya Alam
b.      Pengoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan bidang Fisik dan Prasarana lingkup prasarna wilayah dan Tata Ruang serta SDA
c.       Pembinaan dan pelaksanaan tugas perencanaan perencanaan pembangunan bidang Fisik dan Prasarana lingkup prasarna wilayah dan Tata Ruang serta Sumber Daya Alam.
d.      Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan lingkup tugasnya

Kepala Sub-Bidang Prasarana Wilayah
Mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kabid Fisik dan Prasarana  dilingkup Prasarana Wilayah, dalam melaksanakan tugasnya, juga menyelenggarakan fungsi :
a.       Penyiapan dan penyusunan bahan kebijakan tehnis perencanaan pembangunan pada Sub Bidang Prasarana Wilayah dilingkup PU, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
b.      Penyusunan anggaran pada Sub Bidang Prasarana Wilayah dan pengkoordinasian penyusunan anggaran lingkup PU, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
c.       Penyiapan dan penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan pembangunan lingkup sub Bidang Prasarana Wilayah
d.      Pengendalian pemantauan dan evaluasi pelaksanaan  program dan kegiatan perencanaan pembangunan lingkup sub Bidang Prasarana Wilayah
e.       Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan lingkup tugasnya

Kepala Sub-Bidang Tata Ruang dan Sumber Daya Alam
Mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kabid Fisik dan Prasarana  dilingkup Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, dalam melaksanakan tugasnya juga menyelenggarakan fungsi :
a.       Penyiapan dan penyusunan bahan kebijakan tehnis perencanaan pembangunan pada Sub Bidang Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, lingkungan hidup
b.      Penyiapan dan penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan pembangunan lingkup sub Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, lingkungan hidup
c.       Pengendalian pemantauan dan evaluasi pelaksanaan  program dan kegiatan perencanaan pembangunan lingkup sub Bidang Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, lingkungan hidup
d.      Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan lingkup tugasnya


6.2.               Distribusi Tata Ruang Lingkungan

1.           Nasional
            Yang dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah, misalnya daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas. Jadi pemeilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal.
    Meskipun rencana pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan fisik dalam tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat mempengaruhi program pembangunan yang disusun oleh tingkat lokal. Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN, yang sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, misalnya; bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.
 

2.     Regional
            Instansi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal (kantor wilayah). Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil. Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap  provInsi.
     Walaupun perencanaan ditingkat kota dan kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah digariskan diatas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai kewenangan mengurus perencanaan wilayahnya sendiri
 

3.            Lokal
            Penanganan perencanaan pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada dinas-dinas, contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Kesehatan, Dinas PDAM. Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II.
       Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal.
       Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota untuk menangani program mota tertentu, seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes). Badan otorita ini diberi wewenang khusus untuk menangani pengaturan kembali perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.


4.    Sektor Swasta
            Lingkup kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada skalanya seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utilitas, pusat perbelanjaan dll.
Dewasa ini lingkup skalanya sudah luas dan hampir tidak terbatas. Badan-badan usaha konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan profesionalisme. Kewenangan pihak swasta yang semakin positif menjadi indikator untuk memicu diri bagi Instansi pemerinta maupun BUMN. Persaingan yang muncul menjadi tolok ukur bagi tiap-tiap kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan/produk.
            Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku. Taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus singkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.



6.3.               Sistem Wilayah Pembangunan
Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas. Sementara itu wilayah menurut Hanafiah (1982) adalah unit tata ruang yang terdiri atas jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau skala. Dengan demikian sebagai satu unit tata ruang yang dimanfaatkan manusia, maka penataan dan penggunaan wilayah dapat terpelihara. Sedangkan Hadjisaroso (1994) menyatakan bahwa wilayah adalah sebutan untuk lingkungan pada umumnya dan tertentu batasnya. Misalnya nasional adalah sebutan untuk wilayah dalam kekuasaan Negara, dan daerah adalah sebutan untuk batas wilayah dalam batas kewenangan daerah. Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
 Struktur perencanaan pembangunan nasional saat ini mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional. UU tersebut mengamanahkan bahwa kepala daerah terpilih diharuskan menyusun rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing. Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi, misi, arah kebijakan, dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan. Sementara itu juga, dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, maka ke dalam – dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan pembangunan tersebut di semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan aspek wilayah/spasial. Dengan demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang ada di Indonesia harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.

 Sesungguhnya landasan hukum kebijakan pembangunan wilayah di Indonesia terkait dengan penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum mengacu pada UU tentang Penataan Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum yang berisi kewajiban setiap provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah. Rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Menindaklanjuti undang- undang tersebut, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, meliputi:
 1. Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
 2. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
 3. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.
 4. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.
 5. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
 6. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.
 Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan operasional harus konsistensi. Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari.
Dengan demikian, terkait kondisi tersebut, dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan visi, misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
 1. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi. RTRW nasional yang disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk jangka waktu selama 25 tahun.
 2. RTRW provinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah provinsi yang berfokus pada keterkaitan antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun pada tingkat ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar pada landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan analisis penyusunan RTRW provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisis regional, ekonomi regional, sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem permukiman, penggunaan lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW provinsi meliputi: Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan lindung dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tematik; arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya; arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan; arahan pengembangan sistem prasarana wilayah; arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain.
3.  RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5–10 tahun sesuai dengan perkembangan daerah.



6.4.               Peranannnya Dalam ingkup : Nasional, Regional, Lokal, Sektor Swasta
Peran Perencanaan dalam 4 lingkup :
1.    Lingkup Nasional
2.    Lingkup Regional
3.    Lingkup Lokal
4.    Lingkup Sektor Swasta

LINGKUP NASIONAL 
            Kewenangan semua instansi di tingkat pemerintah pusat berada dalam lingkup kepentingan secara sektoral. Departemen-departemen yang berkaitan langsung dengan perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah antara lain adalah :
-          Dept. Pekerjaan Umum
-          Dept. Perhubungan
-          Dept. Perindustrian
-          Dept. Pertanian
-          Dept. Pertambangan Energi
-          Dept. Nakertrans.
 Dalam hubungan ini peranan Bappenas dengan sendirinya juga sangat penting.
 Perencanaan fisik pada tingkat nasional umumnya tidak mempertimbangkan distribusi kegiatan tata ruang secara spesifik dan mendetail.
 Tetapi terbatas pada penggarisan kebijaksanaan umum dan kriteria administrasi pelaksanaannya. Misalnya:
 Suatu program subsidi untuk pembangunan perumahan atau program perbaikan kampung pada tingkat nasional tidak akan dibahas secara terperinci dan tidak membahas dampak spesifik program ini pada suatu daerah.  Yang dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah, daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas.  Jadi pemilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal. Meskipun rencana pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan fisik dalam tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat mempengaruhi program pembangunan yang disusun oleh tingkat lokal.
 Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN, yang sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, misalnya; bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.



LINGKUP REGIONAL 
           Instansi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal (kantor wilayah).
 Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil. Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap provinsi.
 Walaupun perencanaan ditingkat kota dan kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah digariskan diatas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai kewenangan mengurus perencanaan wilayahnya sendiri 
 Yang penting dalam hal ini pengertian timbal balik, koordinatif.
 Contoh, misalnya ada perencanaan fisik pembangunan pendidikan tinggi di suatu kota, untuk hal ini, selain dilandasi oleh kepentingan pendidikan pada tingkat nasional juga perlu dipikirkan implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah tingkat II dimana perguruan tinggi tersebut dialokasikan.
 Masalah yang sering mennyulitkan adalah koordinasi pembangunan fisik apabila berbatasan dengan kota atau wilayah lain. 
 Ada instansi khusus lainnya yang cukup berperan dalam perencanaan tingkat regional misalnya otorita atau proyek khusus.
 Contoh otorita Batam, Otorita proyek jatiluhur, DAS.

LINGKUP LOKAL 
           Penanganan perencanaan pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada dinas-dinas,
 contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Kesehatan, Dinas PDAM.
 Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II. 
 Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal.
  Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota untuk menangani program mota tertentu, seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes).
 Badan otorita ini diberi wewenang khusus untuk menangani pengaturan kembali perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.

LINGKUP SWASTA 
           Lingkup kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada skalanya seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utiliyas, pusat perbelanjaan dll.  Dewasa ini lingkup skalanya sudah luas dan hampir tidak terbatas.
 Badan-badan usaha konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan profesionalisme.
 Kewenangan pihak swasta yang semakin positif menjadi indikator untuk memicu diri bagi Instansi pemerinta maupun BUMN. Persaingan yang muncul menjadi tolok ukur bagi tiap-tiap kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan/produk.
 Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan.
 Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku.
 Taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya.
  Kepentingannya dalam membangun harus singkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.



SUMBER :

Resume :

Setelah saya membaca dan mencoba memahami maksud dari tulisan diatas, maka kesimpulannya adalah bahwa Perencanaan Fisik Pembangunan, meliputi Skema Perencanaan yang membahas mengenai berbagai status dalam Pembangunan tersebut dan tugasnya. Selain itu, adapula Distribusi Tata Ruang Lingkungan, yang dkelompokkan menjadi 4 bagian, yakni lingkup Nasional, Regional, Lokal, dan Sektor Swasta. Selain itu, terdapat Sistem Wilayah Pembangunan, pada bab ini dibahas mengenai Sistem Wilayah Pembangunan sebagai satu unit tata ruang yang dimanfaatkan manusia, maka penataan dan penggunaan wilayah dapat terpelihara dengan mengacu pada RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Dan yang terakhir, tulisan ini membahas mengenai Peran Perencanaan Fisik Pembangunan dalam lingkup Nasional, Regional, Lokal, dan Sektor Swasta, masng-masing dibahas agar kita mengetahui instansi-instansi yang berwenang pada lingkup tersebut.





5. HUKUM PERBURUHAN (UNDANG-UNDANG PERBURUHAN)


5.1.  Undang-Undang No. 12 th. 1948 Tentang Kriteria Status & Perlindungan Buruh
Undang-undang No. 12 th. 1948 berisikan tentang Undang-undang ini menjelaskan tentang aturan-aturan terhadap pekerja buruh dalam hal persyaratan untuk menjadi seorang buruh, pengaturan jam kerja dan jam istirahat, pemberian upah, perlindungan terhadap buruh perempuan, tempat kerja dan perumahan buruh, tanggung jawab, pengusutan pelanggaran, dan aturan tambahan. Undang-undang ini berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Adapun bunyi dari Undang-Undang Perburuhan No.12 Th 1948 :
 Pasal 10
 (1) Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu.
 (2) Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat yang sedikitsedikitnya setengah jam lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud dalam ayat 1.
 Pasal 13. ayat 2
 (2) Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.

 Contoh Studi Kasus 1 :
 Didalam pasal 10 ayat 1, jelas sekali terpampang bahwa buruh tidak boleh bekerja lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Tetapi banyak kenyataan yang kita lihat. Para buruh banyak yang bekerja lebih dari waktu yang telah ditentukan dalam pasal tersebut.
 Contoh Studi Kasus yang ke 2 :
 Didalam Pasal 13. ayat 2, menyatakan bahwa "Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung”. Kenyataannya, banyak para Buruh wanita yang dipaksa untuk untuk tetap bekerja walaupun dalam keadaan yang sangat tidak memungkinkan. Banyak para Buruh wanita yang masih disuruh bekerja oleh perusahaan dengan alasan kurangnya tenaga kerja.


5.2.    Undang-Undang No.12 th. 1964 Tentang PHK
Undang-undang No. 12 th 1964 berisikan tentang putusnya hubungan kerja bagi buruh berarti permulaan masa pengangguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketenteraman hidup kaum buruh seharusnya tidak ada pemutusan hubungan kerja.
Pokok-pokok pikiran yang diwujudkan dalam Undang-undang ini dalam garis besarnya adalah sebagai berikut :
1)                    Pokok pangkal yang harus dipegang teguh dalam menghadapi masalah pemutusan hubungan kerja ialah bahwa sedapat mungkin pemutusan hubungan kerja harus dicegah dengan segala daya upaya, bahkan dalam beberapa hal dilarang.
2)                    Karena pemecahan yang dihasilkan oleh perundingan antara pihak-pihak yang berselisih sering kali lebih dapat diterima oleh yang bersangkutan dari pada penyelesaian dipaksakan oleh Pemerintah, maka dalam sistim Undang-undang ini, penempuhan jalan perundingan ini merupakan kewajiban, setelah daya upaya tersebut pada 1 tidak memberikan hasil.
3)                    Bila jalan perundingan tidak berhasilmendekatkan kedua pihak, barulah Pemerintah tampil kemuka dan campur-tangandalam pemutusan hubungan kerja yang hendak dilakukan oleh Pengusaha. Bentukcampur-tangan ini adalah pengawasan prepentip, yaitu untuk tiap-tiap pemutusanhubungan Kerja oleh pengusaha diperlukan izin dari Instansi Pemerintah.
4)                    Berdasarkan pengalaman dalam menghadapimasalah pemutusan hubungan kerja, maka sudah setepatnyalah bila pengawasanprepentip ini diserahkan kepada Panitya Penyelesaian Perselisihan PerburuhanDaerah dan Panitya Penyelesaian Perburuhan Pusat.
5)                    Dalam Undang-undang ini diadakanketentuan-ketentuan yang bersifat formil tentang cara memohon izin, memintabanding terhadap penolakan permohonan izin dan seterusnya.
6)                    Disamping itu perlu dijelaskan bahwabilamana terjadi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran sebagai akibatdari tindakan Pemerintah, maka Pemerintah akan berusaha untuk meringankan bebankaum buruh itu dan akan diusahakan penyaluran mereka pada perusahaan/proyekyang lain.


SUMBER :



Resume :

Setelah saya membaca dan mencoba memahami maksud dari tulisan diatas, maka kesimpulannya adalah bahwa Hukum Perburuhan yang terdapat dalam Undang-Undang Perburuhan No. 12 th. 1948 tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh, serta Undang-Undang No. 12 th. 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), masing-masing memiliki maksud untuk memperbaiki serta menyejahterakan buruh. Hubungan kedua undang-undang tersebut dalam dunia arsitektur adalah agar Arsitek bisa menghitung jumlah buruh dan maksimal jam kerja buruh tanpa memaksakan kehendaknya untuk mempercepat pnyelesaian suatu project, serta tidak mudah mem-PHK buruh, apabila buruh tersebut melakukan kesalahan.