Selasa, 28 April 2015

Konservasi Arsitektur pada Kawasan Jawa Timur

House Of Sampoerna


Terletak di kawasan "Surabaya lama", gedung megah bergaya kolonial Belanda ini dibangun pada tahun 1858 dan sekarang menjadi situs bersejarah yang terus dilestarikan. Gedung ini sebelumnya digunakan sebagai panti asuhan yang dikelola oleh Belanda, kemudian dibeli pada tahun 1932 oleh Liem Seeng Tee, pendiri Sampoerna, dengan maksud untuk digunakan tempat produksi rokok pertama Sampoerna.

Saat ini, gedung ini masih berfungsi sebagai tempat produksi salah satu produk rokok paling bergengsi di Indonesia, Dji Sam Soe. Dalam peringatan ulang tahun ke-90 Sampoerna di tahun 2003, kompleks utama telah susah payah renovasi dan sekarang terbuka untuk umum. Di auditorium sentral dalam bangunan ini telah menjadi museum dan di bagian timurnyat telah diubah menjadi ruangan untuk kafe, kios merchandise dan galeri seni. Sedangkan, bangunan di sisi barat tetap menjadi rumah tinggal keluarga pendirinya.



Museum
Museum House of Sampoerna (HOS) menawarkan pengalaman yang benar-benar unik bagi pengunjung. Dari cerita tentang keluarga pendiri sampai melihat dari dekat proses penggulungan rokok yang masih dilakukan secara manual dalam produksi rokok Dji Sam Soe.

Di dalam museum kafe, pengunjung bisa membeli berbagai souvenir yang berkaitan dengan gedung ini Sampoerna ini, seperti: miniatur peralatan tongkat rokok tradisional, cengkeh, buku dan kemeja.
















Sumber :

Konservasi Arsitektur pada Kawasan Jawa Tengah

Gedung Agung 


Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gedung Agung terletak di pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani, dahulu dikenal Jalan Malioboro, jantung ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120 m dari permukaan laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas 43.585 m².
              
                                            
Sejarah

Masa Hindia Belanda
Gedung utama kompleks istana ini mulai dibangun pada Mei 1824 yang diprakarsai oleh Anthony Hendriks Smissaerat, Residen Yogyakarta ke-18 (1823-1825) yang menghendaki adanya “istana” yang berwibawa bagi residen-residen Belanda sedangkan arsiteknya adalah A. Payen. Karena adanya Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830) pembangunan gedung itu tertunda. Pembangunan tersebut diteruskan setelah perang tersebut berakhir yang selesai pada 1832. Pada 10 Juni 1867, kediaman resmi residen Belanda itu ambruk karena gempa bumi. Bangunan baru pun didirikan dan selesai pada 1869. Bangunan inilah yang menjadi gedung utama komplek Istana Kepresidenan Yogyakarta yang sekarang disebut juga Gedung Negara. Pada 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi di mana Gubernur menjadi penguasa tertinggi. Dengan demikian gedung utama menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta sampai masuknya Jepang.

Masa Ibukota Republik
Pada 6 Januari 1946, “Kota Gudeg” ini menjadi ibu kota baru Republik Indonesia yang masih muda dan istana itu berubah menjadi Istana Kepresidenan, tempat tinggal Presiden Soekarno beserta keluarganya, sedangkan Wakil Presiden Mohammad Hatta tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072/Pamungkas. Sejak itu Istana Kepresidenan Yogyakarta menjadi saksi peristiwa penting diantaranya pelantikan Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar TNI pada 3 Juni 1947 dan sebagai pucuk pimpinan angkatan perang Republik Indonesia pada 3 Juli 1947.

Agresi Militer Belanda II
Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda dibawah pimpinan Jenderal Spoor, Presiden, Wakil Presiden dan para pembesar lainnya diasingkan ke luar Jawa dan baru kembali ke Istana Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Sejak 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi tempat tinggal sehari-hari Presiden.

Saat ini
Kantor & kediaman resmi Presiden
Istana Yogyakarta atau Gedung Agung, sama halnya dengan istana Kepresidenan lainnya yaitu sebagai kantor dan kediaman resmi Presiden Republik Indonesia. Selain itu juga sebagai tempat menerima atau menginap tamu-tamu negara. Sejak 17 Agustus 1991, istana ini digunakan sebagai tempat memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dan penyelenggaraan Parade Senja setiap tanggal 17 yang dimulai 17 April 1988.


Arsitektur
Di dalam Gedung Utama terdapat ruang utama bernama Ruang Garuda yang difungsikan sebagai ruang resmi untuk menyambut para tamu negara dan tamu khusus lainnya.
Selain kelima wisma tersebut, sejak 20 September 1995, kompleks Seni Sono seluas 5.600 meter persegi yang terletak di sebelah selatan Gedung Agung, yang semula milik Departemen Penerangan, kini menjadi bagian dari Istana Kepresidenan Yogyakarta. Gedung yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan koleksi benda-benda seni, pameran, dan tempat pertunjukan kesenian ini semula adalah bangunan kuno yang dibangun Belanda pada tahun 1911 dan terakhir digunakan sebagai kantor berita Antara.
Di halaman serambi depan Gedung Agung tampak dua buah patung raksasa Dwarapala (penjaga pintu) setinggi 2 meter. Selain itu, terdapat sebuah tugu Dagoba, yang oleh masyarakat Yogyakarta disebut Tugu Lilin, setinggi 3,5 meter, yang terbuat dari batu andesit dan senantiasa menyalakan api semu, melambangkan kerukunan beragama, antara agama Hindu Siwa dan agama Buddha. Konon, patung-patung tersebut berasal dari Desa Cupuwulatu, sebuah daerah di sekitar Candi Prambanan.
Patung Dwarapala (penjaga pintu) di Gedung Agung

Di bagian depan kanan Gedung Utama terdapat ruangan yang diberi nama Ruang Soerdiman untuk mengenang perjuangan Panglima Besar Soedirman dalam memimpin gerilya melawan Belanda. Di ruangan inilah dulu Panglima Besar Soedirman meminta izin kepada Presiden Soekarno, untuk meninggalkan kota dalam rangka memimpin perang gerilya melawan Belanda. Selain itu, di bagian depan kiri Gedung Utama terdapat ruangan yang diberi nama Ruang Diponegoro, untuk mengenang perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda. Dalam ruangan ini tampak pula lukisan beliau sedang menunggangi kuda.

Di sisi selatan Gedung Utama terdapat kamar tidur presiden beserta keluarga, sedangkan di sisi utara terdapat kamar tidur yang disediakan bagi wakil presiden beserta keluarga, dan tamu negara atau tamu-tamu agung lainnya. Sementara di halaman belakang Gedung Agung tumbuh pepohonan besar yang dedaunannya tumbuh lebat sehingga bangunan istana tampak rindang.

Secara umum, sejak didirikan dua abad yang lampau hingga kini, bangunan kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta tidak banyak perubahan, bentuknya sama seperti ketika selesai dibangun pada tahun 1869. Di ruangan ini pulalah kabinet Republik Indonesia dilantik tatkala ibu kota negara pindah ke Yogyakarta. Pada dinding ruangan yang bersejarah ini tergantung gambar-gambar pahlawan nasional, di antaranya gambar Pangeran Diponegoro, R.A. Kartini, Dokter Wahidin Soedirohusodo, dan Tengku Cik Di Tiro. Fasilitas pendukung yang terdapat di Gedung Agung adalah perpustakaan, mushola, toilet, ruang pertemuan, ruang pertunjukkan, dan halaman parkir yang rindang dan luas.





Sumber :

Konservasi Arsitektur pada Kawasan DIY

Masjid Gedhe Kauman Jogja

Sejarah
Masjid Gedhe Kauman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah masjid raya Kesultanan Yogyakarta, atau Masjid Besar Yogyakarta, yang terletak di sebelah barat kompleks Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta. Masjid Gedhe Kauman dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I bersama Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat (penghulu kraton pertama) dan Kyai Wiryokusumo sebagai arsiteknya. Masjid ini dibangun pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 M atau 6 Robi’ul Akhir 1187 H. Masjid Gedhe Kauman lahir dari perpecahan Mataram Islam menjadi wilayah Jogja dan Solo. Pangeran Mangkubumi bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I memimpin kerajaan Mataram di wilayah Ngayogyakarto/ Jogja. Sesuai syarat pendirian kerajaan, pada tahun 1773 Masjid Gede Kauman di bangun atas prakarsa pemuka agama tertinggi Kyai H. Faqih Ibrahim yang telah diamanati oleh Sri Sultan HB I.

Arsitektur
Gaya arsitektur masjid mengkolaborasikan lima unsur dari gaya Jawa, Cina, Timur-tengah, Hindhu dan Budha. Buah dari tangan arsitek pribumi asli Ki Wiryo Kusumo.  Hal itu terlihat di serambi ada tiangnya dikenal ukiran putri mirong. Tiang memanjang dihiasi dengan kaligrafi tulisan Allah dan Muhammad. Dibawahnya ada simbol teratai budha, dan tiga bentuk segitiga lancip lambang Tri Murti Hindhu. Serambi masjid berbentuk limas persegi panjang terbuka. Lantai ruang utama dibuat lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.






                                                                  Serambi Masjid

Kompleks Masjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur dengan konstruksi semar tinandu. Arsitektur bangunan induk berbentuk tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura. Pada zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini sultan melakukan ibadah.
Pintu Gerbang Utama Masjid

Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya) terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Ler digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur Madu. Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks masjid gedhe yang digunakan dalam upacara Jejak Bata pada rangkaian acara Sekaten setiap tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi kangjeng kyai pengulu di sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid. Ruang dalam Masjid disangga 36 buah kayu jati dan empat diantaranya berusia lebih dari 500 tahun. Dinding masjid dari jenis batu karas. Batu putih, diletakan tanpa semen dengan sistem kosot (digosokan sangat lama dengan direndam dengan air).





     







Ornamen Masjid dan Kubah Masjid


Sumber :