Pengertian
Sosial
Dalam
usaha beradaptasi dengan lingkungannya, manusia bekerjasama dengan sesamanya.
akan tetapi kerjasama itu hanya akan berjalan baik di dalam tertib sosial
budaya serta didalam wadah organisasi sosial. Organisasi sosial ini merupakan
produk sosial budaya, sekaligus merupakan wadah perwujudan dan pertumbuhan
kebudayaan. Di dalam organisasi sosial manusia hidup berkelompok dan
mengembangkan norma sosial yang meliputi kehidupan normatif, status, kelompok
asosiasi, dan institusi. Organisasi sosial mencakup aspek fungsi yang berwujud
dalam aktivitas bersama anggota masyarakat dan aspek struktur. Aspek struktur
terdiri dari struktur kelompok di dalam pola umum kebudayaan dan seluruh
kerangka lembaga sosial.
Setiap
masyarakat mempunyai 4 unsur penting yang menentukan eksistensinya yaitu struktur
sosial, pengawas sosial, media sosial dan standar sosial. Struktur sosial:
setiap masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok untuk memudahkan pelaksanaan
tugas;
Pengawas
sosial: pengawas sosial mencakup sistem dari ketentuan-ketentuan yang mengatur
kegiatan dan tindakan anggota masyarakat, pengetahuan empiris yang digunakan
manusia untuk menanggulangi lingkungan, dan pengetahuan empiris yang mengatur
sikap dan tingkah laku manusia seperti agama, kepercayaan, ideologi dan
sebagainya.
Media
sosial: Dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan sosial, diperlukan adanya
komunikasi dan relasi antar anggota masyarakat. Komunikasi dan relasi itu
dilangsungkan dengan menggunakan bahasa dan alat transportasi.
Standar
sosial: standar sosial merupakan ukuran untuk menilai tingkah laku anggota
masyarakat serta nilai tingkah cara masyarakat mencapai tujuan.
Pengertian
Kebudayaan
Kebudayaan
merupakan keseluruhan cara hidup masyarakat yang perwujudannya tampak pada
tingkah laku para anggotanya. kebudayaan tercifta oleh banyak faktor organ
biologis manusia, lingkungan alam, lingkungan sejarah, dan lingkungan
psikologisnya. Masyarakat Budaya membentuk pola budaya sekitar satu atau
beberapa fokus budaya. Fikus budaya dapat berupa nilai misalnya keagamaan, ekonomi,
ideologi dan sebagainya.
Setelah
dikemukakan masing-masing artik kata dari sosial dan budaya, maka pengertian
sosial budaya dapat dirumuskan adalah sebagai kondisi masyarakat (bangsa) yang
mempunyai nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yag
dilandasi dengan falsafah negara kesatuan Republik Indoesia.
Ketahanan
di bidang sosial budaya dimaksud menggambarkan kondisi dinamis suatu bangsa
atau masyarakat, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan
pengembangan kekuatan nasional didalam menghadapi ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangan dari dalam maupun dari luar yang langsung maupun tidak langsung
membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya bangsa dan negara.
Definisi
Sosial Budaya pun dapat berkembang dan tercipta karena adanya kaitan erat
antara kebudayaan dan sosial itu sendiri. Perubahan kebudayaan bisa saja
terjadi akibat adanya perubahan sosial dalam masyarakat, begitu pula hal yang
sebaliknya pun dapat terjadi.
Peran
Sosial Budaya
- Sebagai pedoman dalam hubungan antara manusia dengan komunitas atau kelompoknya.
- Sebagai simbol pembeda antara manusia dengan binatang
- Sebagai petunjuk atau tata cara tentang bagaimana manusia harus berperilaku dalam kehidupan sosialnya.
- Sebagai modal dan dasar dalam pembangunan kehidupan manusia.
Dampak
Negatif Sosial Budaya
- Menimbulkan kerusakan lingkungan dan kelangsungan ekosistem alam
- Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang kemudian menjadi penyebab munculnya penyakit-penyakit sosial, termasuknya tingginya tingkat kriminalitas.
- Mengurangi bahkan dapat menghilangkan ikatan batin dan moral yang biasanya dekat dalam hubungan sosial antar masyarakat.
Beberapa
Contoh Bangunan Rumah Adat Yang Berkaitan dengan Sosial-Budaya
1.
Pola permukiman Taneyan Lanjhang di Desa Lombang Kabupaten Sumenep
Perumahan
tradisional etnis Madura dalam suatu desa lebih merupakan kumpulan dari
kelompok-kelompok kecil rumah yang terpencar-pencar. Pola lingkungan yang
terbentuk menyerupai hamlet, yaitu kelompok kecil rumah-rumah petani yang
terletak di ladang-ladang pertanian luas yang dibatasi oleh pepohonan dan
rumpun-rumpun bambu serta dihubungkan oleh jalan kecil yang berliku-liku
(Tjahjono et al. 1996), dan di sekitar pekarangan rumah juga terdapat
pohon-pohon, semak-semak, belukar, dan tanaman yang membuat perumahan tersebut
sebagian besar tertutup pandangan mata.
Pola
perumahan pada permukiman di Desa Lombang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
pola perumahan Taneyan Lanjhang dan pola perumahan selain Taneyan
Lanjhang/linier mengikuti jalan. Karakteristik fisik perumahan dengan pola
Taneyan Lanjhang yang terdapat di Desa Lombang memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Tipologi pola perumahan Taneyan Lanjhang di Desa Lombang
berdasarkan hasil temuan, antara lain: a. Taneyan sebagai poros yang menghadap
ke arah barat; b. Langgar (bagian paling barat taneyan); c. Rumah kerabat yang
berada dalam suatu taneyan menghadap utara-selatan; d. Rumah tongghu (menghadap
ke arah selatan); e. Arah penambahan bangunan (ke timur); f. Dapur (bangunan
tersendiri); dan g. Bangunan tambahan lainnya (kamar mandi, kandang).
Hasil temuan tipologi
pola susunan taneyan di Desa Lombang dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima)
pola perumahan, antara lain Tipologi I (pola perumahan Madura asli), merupakan
pola perumahan taneyan lanjhang dengan kelengkapan rumpun taneyan; Tipologi II,
merupakan pola perumahan Taneyan Lanjhang yang letak rumah tongghunya
menyimpang (tidak menghadap ke selatan) atau arah penambahan bangunan
menyimpang (tidak ke arah timur), atau tidak memiliki bangunan dapur tersendiri
atau ketiga-tiganya; Tipologi III, merupakan pola perumahan Taneyan Lanjhang
yang tidak memiliki bangunan langgar dan dapur dalam kelengkapan rumpun
taneyan-nya; Tipologi IV, merupakan pola perumahan Taneyan Lanjhang seperti
kriteria tipologi pada tipologi II, dan dalam kelengkapan rumpun taneyan-nya
arah hadap rumah tongghu yang menyimpang (tidak menghadap ke selatan dan atau arah
penambahan bangunan tidak ke arah timur); Tipologi V, merupakan pola perumahan
Taneyan Lanjhang yang rumah tongghu-nya tidak menghadap ke selatan dan atau
arah penambahan bangunannya tidak ke arah timur.
2.
Permukiman
Suku Batak Mandailing
Pembagian
wilayah kampung di Mandailing merupakan sebuah pola grid yang ditandai oleh
adanya jalan-jalan setapak yang membelah kawasan permukiman. Orientasi bangunan
semuanya menghadap ke jalan-jalan yang ada. Pada awal terbentuknya perkampungan
Mandailing, terdapat beberapa lapis bangunan rumah. Lapisan pertama merupakan
bangunan hunian kerabat raja, yaitu sebagai berikut: a. Kahanggi adalah
kelompok keluarga semarga atau yang mempunyai garis keturunan yang sama satu
dengan lainnya di dalam sebuah huta (kampung) dan merupakan bona bulu, yaitu
pendiri kampung. Kahanggi terdiri atas 3 bagian besar yang biasanya disebut
namora-mora huta, yaitu suhut, hombar suhut, dan kahanggi pareban; b. Anak boru
adalah kelompok keluarga yang dapat atau yang mengambil istri dari kelompok suhut.
Anak boru juga berarti penerima anak perempuan; c. Mora adalah kelompok
keluarga pemberi anak perempuan; dan d. Lapisan berikutnya merupakan
bangunan-bangunan hunian rakyat biasa. Hal ini disesuaikan dengan status sosial
yang diatur oleh adat atau yang dikenal dengan sebutan Dalihan na Tolu.
Estimasi pola tatanan kampung di Mandailing dari hasil penelitian Fithri dalam
Nuraini (2004:16).
Peletakan
tiap elemen pada huta, didasarkan pada tiga aspek yang juga menjadi hierarki,
yaitu (a) kosmologi Banua, (b) sistem kepercayaan yang berkaitan dengan sungai
dan matahari, dan (c) kondisi alam yang meliputi ketinggian atau kontur tanah
dan keadaan sekitarnya, seperti letak dan orientasi rumah-rumah. Objek fisik
ditentukan letaknya berdasarkan zona yang sesuai, lalu orientasi ditentukan
berdasarkan letak sungai dan kedudukan matahari. Jika kondisi alam tidak
memungkinkan, orientasi dapat berubah, dengan syarat tidak membelakangi
matahari. Matahari secara keseluruhan dianggap sebagai sumber kehidupan,
sehingga jika rumah membelakanginya, maka penghuni rumah akan mendapatkan
kesulitan atau sial. Dalam hal ini, penerapan konsep Banua dan kepercayaan
terhadap sungai dalam menentukan arah orientasi di dalam huta sangat konsisten,
sedangkan sistem kepercayaan terhadap matahari sangat tergantung pada kondisi
alam.
3.
Permukiman
Tradisional Kaero Kecamatan Sanggalla, Toraja.
Permukiman
tradisional Kaero dapat dikategorikan dalam tipe permukiman yang berada di
dataran tinggi. Rumah-rumah hunian penduduk dalam permukiman sebagian besar
adalah rumah panggung di bangun berpencar dari lereng hingga lembah bukit,
namun jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya berdekatan. Tongkonan
dan lumbung (alang) dibangun menghadap utara selatan, sedangkan rumah-rumah
penduduk tidak semuanya menghadap ke utara. Area pemukiman Kaero tertutup oleh
pohon bambu dan cemara yang tumbuh dengan subur dan lebat di sekitar
permukiman.
Elemen-elemen
dalam permukiman tradisional, seperti tongkonan, lumbung (alang), kandang,
kebun (pa’la’), rante, sawah, dan liang menggambarkan kondisi dari pemukiman
aslinya. Dalam permukiman tradisional Kaero terdapat dua tongkonan, yaitu
Tongkonan Kaero dan Tongkonan Buntu Kaero. Lokasi Tongkonan Kaero berada di
lereng bukit, sedangkan Tongkonan Buntu Kaero terletak di atas bukit sebelah
selatan dan tidak jauh lokasinya dari lokasi Tongkonan Kaero. Tongkonan Buntu
Kaero dan Tongkonan Kaero tidak dibangun dalam waktu yang bersamaan. Tongkonan
yang mula-mula dibangun di Kaero adalah Tongkonan Buntu Tongko yang merupakan
cikal bakal pusat permukiman di Kaero, baru kemudian dibangun Tongkonan Kaero.
Di sekitar kedua tongkonan tersebut terdapat rumah-rumah kediaman oleh penduduk
yang masih terikat secara kekeluargaan atau keturunan dari pemilik tongkonan
tersebut.
Strategi
Pembangunan Bidang Sosial budaya
Pembangunan bidang sosial budaya merupakan hal yang tidak mudah, karena
terkait dengan persoalan filsafat hidup
bangsa, pandangan hidup masyarakat, persepsi, cara berfikir, sistem nilai dan
orientasi pada masyarakat. Sasaran dari pembangunan bidang sosial budaya adalah membangun negara bangsa sehingga menjadi negara modern tanpa kehilangan jati dirinya. Dalam meyusun
strategi pembangunan bidang sosial budaya, aspek yang perlu menjadi perhatian
adalah (1). Bahasa, (2) adat istiadat, (3) persepsi tetang kekuasaan, (4)
hubungan dengan alam, (5) locus of sistem, (6) pandangan tetnang wanita, dan
(7) Sistem keluarga besar.
Pembangunan aspek tersebut karena berorientasi
pada masyarakat maka harus dikategorisasikan dalam tiga kelompok Golongan
masyarakat yaitu golongan tradisional, golongan modernis dan golongan
ambivalen. Golongan masyarakat ynag tradisional cenderung menolak modernisasi
karena menganggap bahwa modernisasi lebih dekat pada proses
“westernisasi”, berorientasi masa lalu
dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Golongan modernis adalah golongan
yang telah medapatkan pendidikan , terutama pendidikan tinggi, memiliki wawasan
luas, dan berorientasi masa depan. Sedangkan Golongan ambivalen berorientasi
masa sekarang, dan tidak mau bertanggung jawab dan mengambil resiko dari
modernisasi.
Strategi yang dapat ditempuh untuk melakukan
pembangunan sosial budaya adalah dengan pendidikan dalam arti yang
seluas-luasnya. Yang dimaksudkan dalam pendidikan yang seluas-luasnya
adalah segala upaya yang dilakukan demi
terwujudnya masyarakat modern yang
didambakan. Artinya bahwa proses pendidikan
dapat bersifat formal, informal dan non formal.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar