Gedung Agung
Istana Yogyakarta yang dikenal
dengan nama Gedung Agung terletak di pusat keramaian kota, tepatnya di ujung
selatan Jalan Ahmad Yani, dahulu dikenal Jalan Malioboro, jantung ibu kota
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan,
Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120 m dari
permukaan laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas 43.585 m².
Sejarah
Masa Hindia Belanda
Gedung utama kompleks istana ini
mulai dibangun pada Mei 1824 yang diprakarsai oleh Anthony Hendriks Smissaerat,
Residen Yogyakarta ke-18 (1823-1825) yang menghendaki adanya “istana” yang
berwibawa bagi residen-residen Belanda sedangkan arsiteknya adalah A. Payen. Karena
adanya Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830) pembangunan gedung itu
tertunda. Pembangunan tersebut diteruskan setelah perang tersebut berakhir yang
selesai pada 1832. Pada 10 Juni 1867, kediaman resmi residen Belanda itu ambruk
karena gempa bumi. Bangunan baru pun didirikan dan selesai pada 1869. Bangunan
inilah yang menjadi gedung utama komplek Istana Kepresidenan Yogyakarta yang
sekarang disebut juga Gedung Negara. Pada 19 Desember 1927, status
administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi
provinsi di mana Gubernur menjadi penguasa tertinggi. Dengan demikian gedung
utama menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta sampai masuknya
Jepang.
Masa Ibukota Republik
Pada 6 Januari 1946, “Kota Gudeg”
ini menjadi ibu kota baru Republik Indonesia yang masih muda dan istana itu
berubah menjadi Istana Kepresidenan, tempat tinggal Presiden Soekarno beserta
keluarganya, sedangkan Wakil Presiden Mohammad Hatta tinggal di gedung yang
sekarang ditempati Korem 072/Pamungkas. Sejak itu Istana Kepresidenan
Yogyakarta menjadi saksi peristiwa penting diantaranya pelantikan Jenderal
Sudirman sebagai Panglima Besar TNI pada 3 Juni 1947 dan sebagai pucuk pimpinan
angkatan perang Republik Indonesia pada 3 Juli 1947.
Agresi Militer Belanda II
Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta
diserang oleh tentara Belanda dibawah pimpinan Jenderal Spoor, Presiden, Wakil
Presiden dan para pembesar lainnya diasingkan ke luar Jawa dan baru kembali ke
Istana Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Sejak 28 Desember 1949, yaitu dengan
berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi tempat tinggal
sehari-hari Presiden.
Saat ini
Kantor & kediaman resmi
Presiden
Istana Yogyakarta atau Gedung
Agung, sama halnya dengan istana Kepresidenan lainnya yaitu sebagai kantor dan
kediaman resmi Presiden Republik Indonesia. Selain itu juga sebagai tempat
menerima atau menginap tamu-tamu negara. Sejak 17 Agustus 1991, istana ini
digunakan sebagai tempat memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk
Daerah Istimewa Yogyakarta dan penyelenggaraan Parade Senja setiap tanggal 17
yang dimulai 17 April 1988.
Arsitektur
Di dalam Gedung Utama terdapat
ruang utama bernama Ruang Garuda yang difungsikan sebagai ruang resmi untuk
menyambut para tamu negara dan tamu khusus lainnya.
Selain kelima wisma tersebut, sejak
20 September 1995, kompleks Seni Sono seluas 5.600 meter persegi yang terletak
di sebelah selatan Gedung Agung, yang semula milik Departemen Penerangan, kini
menjadi bagian dari Istana Kepresidenan Yogyakarta. Gedung yang diperuntukkan
sebagai tempat penyimpanan koleksi benda-benda seni, pameran, dan tempat pertunjukan
kesenian ini semula adalah bangunan kuno yang dibangun Belanda pada tahun 1911
dan terakhir digunakan sebagai kantor berita Antara.
Di halaman serambi depan Gedung
Agung tampak dua buah patung raksasa Dwarapala (penjaga pintu) setinggi 2
meter. Selain itu, terdapat sebuah tugu Dagoba, yang oleh masyarakat Yogyakarta
disebut Tugu Lilin, setinggi 3,5 meter, yang terbuat dari batu andesit dan
senantiasa menyalakan api semu, melambangkan kerukunan beragama, antara agama
Hindu Siwa dan agama Buddha. Konon, patung-patung tersebut berasal dari Desa
Cupuwulatu, sebuah daerah di sekitar Candi Prambanan.
Patung Dwarapala
(penjaga pintu) di Gedung Agung
Di bagian depan kanan Gedung Utama
terdapat ruangan yang diberi nama Ruang Soerdiman untuk mengenang perjuangan
Panglima Besar Soedirman dalam memimpin gerilya melawan Belanda. Di ruangan
inilah dulu Panglima Besar Soedirman meminta izin kepada Presiden Soekarno,
untuk meninggalkan kota dalam rangka memimpin perang gerilya melawan Belanda.
Selain itu, di bagian depan kiri Gedung Utama terdapat ruangan yang diberi nama
Ruang Diponegoro, untuk mengenang perjuangan Pangeran Diponegoro melawan
Belanda. Dalam ruangan ini tampak pula lukisan beliau sedang menunggangi kuda.
Di sisi selatan Gedung Utama
terdapat kamar tidur presiden beserta keluarga, sedangkan di sisi utara
terdapat kamar tidur yang disediakan bagi wakil presiden beserta keluarga, dan
tamu negara atau tamu-tamu agung lainnya. Sementara di halaman belakang Gedung
Agung tumbuh pepohonan besar yang dedaunannya tumbuh lebat sehingga bangunan
istana tampak rindang.
Secara umum, sejak didirikan dua
abad yang lampau hingga kini, bangunan kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta
tidak banyak perubahan, bentuknya sama seperti ketika selesai dibangun pada
tahun 1869. Di ruangan ini pulalah kabinet Republik Indonesia dilantik tatkala
ibu kota negara pindah ke Yogyakarta. Pada dinding ruangan yang bersejarah ini
tergantung gambar-gambar pahlawan nasional, di antaranya gambar Pangeran
Diponegoro, R.A. Kartini, Dokter Wahidin Soedirohusodo, dan Tengku Cik Di Tiro.
Fasilitas pendukung yang terdapat di Gedung Agung adalah perpustakaan, mushola,
toilet, ruang pertemuan, ruang pertunjukkan, dan halaman parkir yang rindang
dan luas.
Sumber :